Ikatlah Ilmu itu dengan Tulisan - Ali ibnu Abu Tholib

Assalamu'alaykum Warrahmatullahi Wabarakaatuh

Selamat datang saudaraku, kami ucapkan dalam blog ini semoga dapat memberi manfaat kepada anda dengan keberadaan blog ini. terimakasih telah mengunjungi kami.

Wasslamu'alaykum Warrahmatullahi Wabarakaatuh

"Remember God in prosperity, and He will remember you in adversity (Ingatlah Allah dalam keadaan senang, niscaya Alah akan mengingatmu dalam keadaan susah." - Muhammad SAW.

Minggu, 15 Januari 2012

Kapan Ikan berhenti berenang? Kapan Kita berhenti Berjuang??


Kapan Ikan berhenti berenang? 
Kapan Kita berhenti Berjuang??



Waktu kecil dulu saya pernah memelihara ikan hias di aquarium. Saat itu saya sangat senang sekali ketika ayah saya membelikan empat pasang ikan mas koki. Setelah itu timbul pertanyaan ketika saya tiap bangun pagi ikan sudah berenang, sepulang sekolah saya melihatnya berenang terus, dan malam saat saya mau berangkat tidur, ikan-ikan itu masih saja berenang. Timbullah pertanyaan dan saya ajukan kepada kakak saya, “kok ikan-ikannya capek sih, kapan dia berhenti berenang?”

Itulah masa kecil yang penuh pertanyaan, dan saya mempercayai apa yang pernah kakak saya katakan kalau gara-gara ikan hidup di air matanya jadi nggak bisa merem makanya dia berenang terus agar tidak pedih matanya. Meskipun terdengar ngawur jawaban itu, namun aku begitu mempercayainya. Dan saya percaya jika kelak aku mau berenang biar mataku nggak pedih aku harus terus berenang.

Sekarang, saya tahu memang hukum alam dan fitrah ikan yang memang tidak berhenti berenang untuk tetap bisa hidup. Bahkan saat ikan sakitpun ia akan tetap berenang untuk menjaga dirinya agar tetap sadar. Dan bagi ikan-ikan yang menyerah pada kematianlah yang akan berhenti untuk berenang.

Begitulah perjuangan itu. Takkan pernah ada hentinya untuk senantiasa produktif dalam dakwah. Takkan ada waktu luang untuk sekedar melamun atau berleha-leha dan berfikiran semuanya pasti akan baik-baik saja. Barangkali kita bisa beranggapan: “tunggulah dulu, Belanda masih jauh. Sempatlah kita minum secangkir kopi dahulu.”

Atau ada pendapat lain yang merasa ia telah berkontribusi banyak dalam dakwah. Sehingga ia patut mendapat keringanan untuk mengambil libur barang sehari dua hari saja, barulah kemudian ia kembali untuk berjuang. Dan diperparah dengan anggapan tak perlu lagi kita ikut mengeluarkan infaq dan sunduq-sunduq lainnya, karena kita sudah banyak berkorban baik fisik maupun material.

Tidakkah kita ingat dalam surat Ali Imran ayat 100:

"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al-Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman"

Ayat di atas diturunkan berkenaan dengan sikap para sahabat setelah perang Badar, mereka duduk-duduk santai sambil menceritakan kehebatan masing-masing diri dan sukunya dalam peperangan yang baru usai. Kondisi ini dimanfaatkan orang kafir untuk menyulut kembali persoalan masa lalu yang telah mereka pendam, yakni fanatisme kesukuan. Akhirnya muncullah sikap saling membanggakan diri dari kelebihan mereka masing-masing di waktu perang Badar. Percikan ini mengakibatkan amarah dari masing-masing pihak yang bertikai untuk membuktikan siapa sebenarnya yang paling hebat. Bahkan nyaris akan terjadi bentrokan besar antar mereka.

Berita ini sampai juga kepada Rasulullah saw. Beliau prihatin dengan kondisi yang terjadi di antara mereka karena permasalahan ini, padahal dengan ajaran Islam para sahabat telah diselamatkan dari permusuhan dan konflik kesukuan kepada persaudaraan dan persatuan dalam Islam. Menyadari kondisi ini akan membahayakan eksistensi kaum muslimin maka beliau menyikapinya dengan memberikan kesibukan kepada para sahabat terhadap aktifitas dakwah. Kesibukan para sahabat ternyata mampu meredam konflik internal yang akan membahayakan diri mereka dan kaum muslimin pada umumnya. Sejak peristiwa itu amaliyat dakwah beruntun diperintahkan Allah SWT kepada mereka.

Apabila kita memperhatikan peristiwa yang terjadi di kalangan sahabat tadi, merupakan teguran untuk kita semua agar selalu berbuat dan menindak lanjutinya dengan aktifitas lain setelah selesai mengerjakannya. Di samping itu jeda aktifitas setelah sibuk dengan berbagai kegiatan apalagi yang berkaitan dengan amal dakwah dan tarbiyah akan membawa dampak negatif sedikit atau banyak.

Ketika mengingat kejadian di atas, terlintas dalam benak pikiran saya barang
kali banyak bermunculannya permasalahan konflik internal lantaran adanya jeda yang cukup lama dari aktifitas yang kerap dan biasa kita lakukan. Kemudian saya teringat apa yang dinasehatkan Syekh Mustafa Masyhur "janganlah kalian lupa bahwa titik tolak berangkat kalian bermula dari aktifitas tarbiyah". Nasihat syekh ini menegaskan bahwa aktifitas yang sekarang ini kita rasakan kenikmatannya, kita petik buahnya, kita raih hasilnya, dan kita rambah berbagai wilayah dan gedung bermula dari aktifitas tarbiyah. Aktifitas yang membentuk diri kita seperti sekarang ini.

Mencermati aktifitas dakwah dan tarbiyah beberapa waktu yang lalu mengalami penurunan, sehingga terjadi ketumpulan dalam pengelolaan dan peningkatan produktivitas dakwah dan tarbiyah. Penurunan ini tidak boleh berlarut-larut akan tetapi harus segera kembali pada penyadaran diri untuk berada pada jalan yang benar dalam amaliyah ini. Jalan yang benar dalam aktifitas dakwah dan tarbiyah ini adalah melakukan taf'il tarbawi (optimalisasi tarbiyah) dan ta'shil tarbawi (kembali pada orisinalitasnya tarbiyah) agar meraih produktivitasnya demi kejayaan Islam.

Mengingat dua sasaran yang mesti dicapai perlu mengembalikan semangat dan stamina dakwah dan tarbiyah kita dengan mengingat hal-hal berikut :

1. Menyadari bahwa kesempatan yang diberikan Allah SWT. Tidak akan terulang kembali.

Imam 'Athaillah Sakandari memaparkan dalam kitabnya Taajul 'Aruus, bahwa kesempatan yang diberikan Allah SWT. tidak akan berulang. Ia datang menjumpai manusia sekali saja, karenanya orang yang tidak memanfaatkan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya termasuk orang-orang yang pandir. Kesempatan yang diberikan pada kita sangat banyak sekali untuk melakukan kebajikan namun sering kali kita mengabaikannya. Saat ini kita masih diberikan peluang untuk beramal dalam dakwah dan tarbiyah. Betapa banyak tugas yang bisa kita kerjakan. Merekrut manusia agar mendapatkan hidayah selanjutnya dapat mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupannya.

Memberdayakan kesempatan yang kita miliki diperlukan modal besar. Modal besar itu adalah kecerdasan dan kedewasaan dalam bersikap. Dengan kecerdasannya ia akan mengendalikan dirinya serta mampu memeta aktivitasnya guna meraih manfaat di masa yang akan datang. Rasulullah SAW bersabda bahwa orang cerdas adalah orang yang mampu mengendalikan diri dan berbuat untuk hari esok. Dengan kecerdasan dan kedewasaan dalam bersikap ini kita dapat mengukir kesempatan itu dengan berbagai amal mulia.

2. Aktifitas yang stabil dan dinamis memberikan kesehatan menyeluruh.

Selanjutnya adalah mendinamiskan dan menstabilkan amal yang kita kerjakan. Kegiatan yang dinamis dan stabil akan memberikan dampak kebaikan, di antaranya kesehatan yang menyeluruh; kesehatan ruhiyah, fikriyah dan jasadiyah. Imam Syafi'i Rahimahullah memberikan pelajaran yang baik dan bijak. Menurut imam terkemuka ini, air yang diam tergenang akan cepat rusak dan dapat kembali baik jika dialirkan. Karena air yang mengalir mengaktifkan susunan molekul yang ada di dalamnya.

Islam mengibaratkan kehidupan seorang mukmin bagaikan tubuh yang saling terkait satu organnya dengan organ lain. Aktifitas organ yang dinamis dengan gerakan yang terarah dan terukur. Gerakan-gerakan ini memberikan kehangatan pada setiap elemennya. Kehangatan ini berarti tanda adanya kehidupan yang akan memberikan manfaat besar baginya.

Dalam kaidah dakwah dikenal satu kaidah yang berbunyi Alharakah barakah (gerakan akan memberikan keberkahan. Saatnya kita berbuat!! Berbuat!!! dan berbuat. Bukan menjadi penonton, bukan pula mengomentari orang lain, bukan pula menyalahkan keadaan, serta bukan menjadi orang yang bingung untuk berbuat.

3. Balasan Allah SWT. bagi orang yang berbuat.

Allah SWT. akan membalasi orang yang berbuat setimpal dengan mutu perbuatannya malah lebih besar lagi. Sudah barang tentu hal ini agar mendorong kita untuk berbuat lebih baik lagi. Sikap Allah Orientate ini hendaknya menjadi dasar perbuatan kita agar kita terhindar dari sikap putus asa bila tidak dapat merasakan hasilnya dan tidak sombong ketika meraih hasilnya.

"Dan masing-masing orang memperoleh derajat seimbang dengan apa yang mereka kerjakan. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan". (QS. Al An' am : 132)

"Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan" (QS. An Nahl : 97).

4. Berbuat mewariskan sesuatu yang terbaik kepada generasi yang akan datang.

Warisan merupakan peninggalan kepada generasi yang akan datang. Mewariskan sesuatu yang baik menjadi suatu kemestian. Bahkan Islam menandaskan agar khawatir dan cemas bila meninggalkan generasi yang lemah dan terbelakang. Apabila kita menyimak sejarah orang terdahulu yang diabadikan dalam QS. Al Baqarah : 132-134 maka kita temukan bahwa mereka mempersiapkan bekalan-bekalan yang baik kepada generasi berikutnya. Bekalan itu untuk mengokohkan tugas dan tanggung jawab generasi yang akan datang.

Syekh Mustafa Masyhur telah menyatakan: Dauruna qad madha wa saya'ti daurukum (era kami telah lewat dan akan datang era kalian). Pernyataan ini secara implisit menyiratkan bahwa para pendahulu dakwah ini telah memberikan bekalan dan arahan kerja dalam dakwah ini kepada kita untuk ditindak lanjutinya.

Memperhatikan besarnya tanggung jawab kita terhadap dakwah saat ini maka perlu kita sikapi dengan sebuah tekad: berjalanlah jangan berhenti!!


Dicukil dari senandung tausiyah Ust. Rahmad Abdullah dan di tulis+edit ulang oleh penulis

0 komentar: