Ikatlah Ilmu itu dengan Tulisan - Ali ibnu Abu Tholib

Assalamu'alaykum Warrahmatullahi Wabarakaatuh

Selamat datang saudaraku, kami ucapkan dalam blog ini semoga dapat memberi manfaat kepada anda dengan keberadaan blog ini. terimakasih telah mengunjungi kami.

Wasslamu'alaykum Warrahmatullahi Wabarakaatuh

"Remember God in prosperity, and He will remember you in adversity (Ingatlah Allah dalam keadaan senang, niscaya Alah akan mengingatmu dalam keadaan susah." - Muhammad SAW.

Senin, 23 April 2012

Bagaimana Hukum Wanita Berkarir?


 Bagaimana Hukum Wanita Muslimah Berkarir

Melihat tampilan pertama di media Google ternyata tanggal 8 Maret digaungkan sebagai hari Perempuan Internasional, langsung tertuju pada kata-kata emansipasi wanita. Ini mengingatkan saya saat istri saya dulu sebelum menikah dengan saya (saat taaruf pertama kali) menanyakan bagaimana dengan pekerjaannya setelah menikah nanti? Apakah dia harus meninggalkan pekerjaannya atau tetap boleh bekerja. Saat itu saya hanya mengatakan bagaimana dengan pekerjaan setelah menikah adalah tidak menjadi masalah dan bisa dikomunikasikan setelah kita berumah tangga nanti.


Saat ini terkadang masih menjadi pertanyaan dalam diri para wanita muslim bagaimana sikap mereka sebenarnya terhadap pekerjaan. Apakah mereka tidak dibolehkan ikut sebagaimana yang dilakukan oleh para laki-laki. Apakah ada pembedaan antara hak-hak laki-laki dan wanita.

Adakah batasan-batasan menurut syariah terhadap apa yang diperbolehkan dan apa yang tidak boleh dlakukan seorang wanita muslimah terkait dengan pekerjaannya. Banyak pandangan negative dan menyudutkan tentang bagaimana Islam memperlakukan wanita. Dan secara tidak langsung hal-hal semacam ini juga merugikan tidak hanya Islam sebagai agama Rahmatan lil ‘alamin juga kepada optimalisasi aktivitas kaum wanita muslimah di kancah dunia.

Berikut beberapa artikel yang saya sadur dalam tulisannya ulama salafiyah Dr. Yusuf Qardhawi dalam buku beliau tentang Fatwa-Fatwa Kontemporer oleh Gema Insani Press. Setidaknya ada tiga hal yang harus digarisbawahi tentang syarat wanita-wanita muslimah apabila ingin menjadi seorang wanita karier, yaitu bagaimana tentang pekerjaaannya apakah syariah atau tidak, terkait adab seorang wanita muslimah, dan yang terpenting adalah bagaimana tugas dan kewajiban utama seorang wanita muslimah yang harus terpenuhi.

Dari penjelasan awalnya, beliau Ust. Qadhawi menyatakan bahwa wanita  adalah  manusia  juga  sebagaimana laki-laki. Wanita merupakan bagian  dari  laki-laki  dan  laki-laki  merupakan bagian dari wanita, sebagaimana dikatakan Al-Qur'an:

"...  sebagian  kamu  adalah turunan dari sebagian yang lain ..." (Ali Imran: 195}
                    
Manusia merupakan  makhluk  hidup  yang  diantara  tabiatnya ialah berpikir dan bekerja (melakukan aktivitas). Jika tidak demikian, maka bukanlah dia manusia.

Sesungguhnya Allah Ta'ala  menjadikan  manusia  agar  mereka beramal, bahkan Dia tidak menciptakan mereka melainkan untuk menguji siapa diantara mereka yang  paling  baik  amalannya. Oleh   karena   itu,   wanita  diberi  tugas  untuk  beramal sebagaimana laki-laki - dan  dengan  amal  yang  lebih  baik
secara  khusus  - untuk memperoleh pahala dari Allah Azza wa Jalla sebagaimana laki-laki. Allah SWT berfirman:

"Maka  Tuhan  mereka  memperkenankan  permohonannya  (dengan berfirman),  'Sesungguhnya  Aku  tidak  menyia-nyiakan  amal orang-orang  yang  beramal  diantara  kamu,  baik  laki-laki maupun perempuan..." (Ali Imran: 195)

Siapa  pun yang beramal baik, mereka akan mendapatkan pahala di akhirat dan balasan yang baik di dunia:

"Barangsiapa yang mengeryakan  amal  saleh,  baik  laki-laki maupun  perempuan  dalam  keadaan beriman, maka sesungguhnya akan  Kami  berikan  kepadanya  kehidupan  yang   baik   dan sesungguhnya  akan  Kami  beri  balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (an-Nahl: 97}

Selain  itu,  wanita, sebagaimana  biasa dikatakan, juga merupakan separo dari masyarakat manusia,  dan  Islam  tidak pernah   tergambarkan   akan   mengabaikan   separo  anggota masyarakatnya serta menetapkannya beku  dan  lumpuh,  lantas dirampas kehidupannya, dirusak kebaikannya, dan tidak diberi sesuatu pun.

Hanya saja tugas wanita yang pertama dan utama yang  tidak diperselisihkan  lagi ialah mendidik generasi-generasi baru. Mereka memang disiapkan oleh Allah  untuk  tugas  itu,  baik secara  fisik  maupun mental, dan tugas yang agung ini tidak boleh dilupakan atau  diabaikan  oleh  faktor  material  dan kultural  apa  pun.  Sebab, tidak ada seorang pun yang dapat menggantikan peran kaum wanita  dalam  tugas  besarnya  ini, yang padanyalah bergantungnya masa depan umat, dan dengannya pula terwujud kekayaan yang  paling  besar,  yaitu  kekayaan yang berupa manusia (sumber daya manusia).

Dr. Yusuf Qadhawi menyitir sebuah syair (Semoga Allah memberi rahmat kepada penyair Sungai Nil) dari Hafizh Ibrahim, ketika ia berkata:

Ibu adalah madrasah, lembaga pendidikan
Jika Anda mempersiapkannya dengan baik
Maka Anda telah mempersiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya.

Diantara aktivitas wanita ialah memelihara  rumah  tangganya membahagiakan  suaminya, dan membentuk keluarga bahagia yang tenteram  damai,  penuh  cinta  dan  kasih  sayang.   Hingga terkenal   dalam  peribahasa,  "Bagusnya  pelayanan  seorang wanita  terhadap   suaminya   dinilai   sebagai   jihad   fisabilillah."

Namun  demikian,  tidak berarti bahwa wanita bekerja di luar rumah itu diharamkan syara'. Karena tidak  ada  seorang  pun yang  dapat  mengharamkan  sesuatu  tanpa adanya nash syara' yang sahih periwayatannya dan  sharih  (jelas)  petunjuknya. Selain  itu, pada dasarnya segala sesuatu dan semua tindakan itu boleh sebagaimana yang sudah dimaklumi.

Berdasarkan prinsip ini,  maka  Dr. Yusuf Qardhawi mengatakan  bahwa  wanita bekerja  atau  melakukan aktivitas dibolehkan (jaiz). Bahkan kadang-kadang ia dituntut dengan tuntutan sunnah atau  wajib apabila ia membutuhkannya. Misalnya, karena ia seorang janda atau diceraikan suaminya, sedangkan  tidak  ada  orang  atau keluarga  yang  menanggung  kebutuhan  ekonominya,  dan  dia sendiri dapat melakukan suatu usaha untuk mencukupi  dirinya dari minta-minta atau menunggu uluran tangan orang lain.

Selain  itu, kadang-kadang pihak keluarga membutuhkan wanita untuk   bekerja,   seperti   membantu   suaminya,   mengasuh anak-anaknya atau saudara-saudaranya yang masih kecil-kecil, atau membantu ayahnya yang sudah tua - sebagaimana kisah dua orang  putri  seorang  syekh  yang  sudah  lanjut  usia yang menggembalakan  kambing  ayahnya,  seperti  dalam  Al-Qur'an surat al-Qashash:

"...  Kedua  wanita itu menjawab, 'Kami tidak dapat meminumi (ternak   kami)    sebelum    penggembala-penggembala    itu memulangkan  (ternaknya),  sedangkan bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya." (al-Qashash: 23)

Diriwayatkan  pula  bahwa  Asma'  binti  Abu  Bakar, yang mempunyai dua ikat pinggang, biasa membantu suaminya Zubair bin Awwam dalam mengurus kudanya, menumbuk biji-bijian untuk
dimasak,   sehingga   ia  juga  sering  membawanya  di  atas kepalanya dari kebun yang jauh dari Madinah.

Masyarakat  secara umum sendiri kadang-kadang   memerlukan   pekerjaan wanita,  seperti  dalam  mengobati  dan  merawat orang-orang wanita, mengajar anak-anak putri,  dan  kegiatan  lain  yang memerlukan  tenaga  khusus  wanita.  Maka  yang utama adalah wanita  bermuamalah  dengan  sesama  wanita,  bukan dengan laki-laki.

Sedangkan  diterimanya  (diperkenankannya) laki-laki bekerja pada sektor wanita dalam beberapa hal  adalah  karena  dalam kondisi  darurat  yang  seyogianya  dibatasi  sesuai  dengan kebutuhan, jangan dijadikan kaidah umum.

Dari kesimpulan diatas, apabila  kita  memperbolehkan  wanita  bekerja,  maka  wajib diikat dengan beberapa syarat, yaitu:

1.       Hendaklah pekerjaannya itu sendiri disyariatkan. Artinya, pekerjaan itu tidak haram atau bisa mendatangkan sesuatu yang haram, seperti wanita yang bekerja untuk melayani lelaki bujang, atau wanita menjadi sekretaris khusus bagi seorang direktur yang karena alasan kegiatan mereka sering berkhalwat (berduaan), atau menjadi penari yang merangsang nafsu hanya demi mengeruk keuntungan duniawi, atau bekerja di bar-bar untuk menghidangkan minum-minuman keras - padahal Rasulullah saw. telah melaknat orang yang menuangkannya, membawanya, dan menjualnya. Atau menjadi pramugari di kapal terbang dengan menghidangkan minum-minuman yang memabukkan, bepergian jauh tanpa disertai mahram, bermalam di negeri asing sendirian, atau melakukan aktivitas-aktivitas lain yang diharamkan oleh Islam, baik yang khusus untuk wanita maupun khusus untuk laki-laki, ataupun untuk keduanya.
  
2.       Memenuhi adab wanita muslimah ketika keluar rumah, dalam berpakaian, berjalan, berbicara, dan melakukan gerak-gerik.

"Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak daripadanya ..." (an-Nur: 31)
  
"... dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan ..." (an-Nur: 31 )
  
"... Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik," (al-Ahzab 32)
  
3.       Janganlah pekerjaan atau tugasnya itu mengabaikan kewajiban-kewajiban lain yang tidak boleh diabaikan, seperti kewajiban terhadap suaminya atau anak-anaknya yang merupakan kewajiban pertama dan tugas utamanya.


Sumber

0 komentar: